Gaya Hidup

Mengenal Gaya Hidup Konsumerisme: Definisi, Penyebab, dan Dampak

Admin BFI
19 April 2024
926
Mengenal Gaya Hidup Konsumerisme: Definisi, Penyebab, dan Dampak

Konsumerisme adalah istilah yang kerap digunakan untuk menggambarkan gaya hidup yang fokus terhadap gaya hidup yang impulsif, baik dalam bentuk barang atau jasa. Kecenderungan untuk membeli barang-barang tanpa mempertimbangkan kebutuhan dari barang tersebut menjadi ciri utama gaya hidup ini.

 

Agar Anda dapat lebih memahami tentang konsumerisme, yuk simak pembahasan lengkap mengenai apa itu konsumerisme, penyebab, serta dampaknya.

 

 

1. Apa itu Konsumerisme?

Konsumerisme sudah menjadi fenomena yang melekat di era modern ini, yang tidak lain didefinisikan sebagai budaya konsumsi berlebihan. Sosiolog Jean Baudrillard mengemukakan bahwa konsumerisme menciptakan hasrat untuk terus menerus membeli dan mengonsumsi barang, terlepas dari kebutuhan yang bukan menjadi prioritas. Seringkali, gaya hidup konsumerisme diidentikkan dengan sifat boros, hedonisme, dan gaya hidup glamor. Gaya hidup konsumerisme identik dengan ‘konsumsi’ yang bukan lagi didorong oleh kebutuhan, melainkan sebagai simbol status sosial dan identitas diri.

 

Lebih lanjut, Baudrillard menjelaskan bahwa dalam masyarakat konsumeris, makna dan nilai suatu barang tidak terletak pada fungsi atau manfaatnya, tetapi pada citra dan prestise yang melekat padanya. Barang-barang mewah dan branded menjadi komoditas utama untuk menunjukkan status sosial dan prestise seseorang.

 

Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), konsumerisme adalah gaya hidup atau lifestyle yang menganggap kebahagiaan didapatkan dari kepemilikan barang-barang mewah.

 

Baca Juga: Gaya Hidup Hedonisme: Definisi, Penyebab, dan Cara Mengatasinya

 

2. Ciri Ciri Konsumerisme

Sejatinya, gaya hidup konsumerisme adalah gaya hidup yang seringkali kita temukan, secara sadar maupun tidak sadar. Berikut merupakan ciri-ciri konsumerisme:

 

2.1 FOMO atau Sekedar Mengikuti Tren

Salah satu ciri utama konsumerisme adalah rasa takut ketinggalan tren atau Fear of Missing Out (FOMO). Orang dengan gaya hidup konsumerisme seringkali membeli barang atau mengikuti tren terbaru hanya karena takut dianggap ketinggalan zaman. Mereka tidak mempertimbangkan apakah barang tersebut benar-benar mereka butuhkan atau tidak.

 

2.2 Keinginan Menjadi Pusat Perhatian

Konsumerisme adalah gaya hidup yang  erat kaitannya dengan keinginan untuk menjadi pusat perhatian. Orang-orang yang menganut gaya hidup ini seringkali menggunakan barang-barang branded dan mewah untuk menunjukkan status sosial mereka dan menarik perhatian orang lain.

 

2.3 Bangga Terhadap Kepemilikan Barang dan Penampilan Sendiri

Ciri ketiga dari gaya hidup konsumerisme adalah rasa bangga. Orang-orang dengan gaya hidup konsumerisme biasanya merasa bangga terhadap kepemilikan barang dan penampilan mereka. Bagi mereka, memiliki barang-barang branded dan mewah adalah simbol kesuksesan dan kebahagiaan.

 

3. Penyebab Perilaku Konsumerisme

3.1 Tekanan Sosial untuk Membeli Barang

Tekanan sosial merupakan salah satu faktor utama yang mendorong perilaku konsumerisme. Hal ini terjadi ketika individu merasa terdorong untuk membeli barang-barang tertentu karena tekanan dari lingkungan sekitarnya, seperti teman, keluarga, atau media sosial. Tekanan ini dapat timbul dari berbagai aspek, seperti kebutuhan akan status sosial, pengakuan, atau kesesuaian dengan norma-norma yang berlaku dalam suatu kelompok atau masyarakat.

 

3.2 Terjerat Strategi Marketing Produk yang Berhasil

Strategi pemasaran yang cerdas dan berhasil seringkali memainkan peran penting dalam memicu perilaku konsumerisme. Perusahaan menggunakan beragam teknik pemasaran yang dirancang untuk menarik perhatian konsumen, membuat mereka merasa bahwa membeli suatu produk adalah suatu keharusan. Dengan memanfaatkan psikologi konsumen, promosi produk, dan pembentukan citra merek, strategi pemasaran ini berhasil mengubah keinginan menjadi kebutuhan, menggiring konsumen untuk melakukan pembelian.

 

3.3 Perubahan Tren

Perubahan tren juga merupakan faktor dalam meningkatkan perilaku konsumerisme. Ketika suatu produk atau gaya hidup tertentu menjadi tren atau dianggap sebagai simbol status, konsumen cenderung untuk mengikuti aliran tersebut dengan membeli produk yang terkait. Perubahan tren juga dapat menciptakan dorongan untuk membeli barang baru atau mengganti barang yang sudah dimiliki sebelumnya demi tetap "up to date" atau terlihat modern dalam lingkungan sosial mereka. Dengan demikian, perubahan tren dapat menjadi pendorong utama dalam meningkatkan tingkat konsumsi dalam masyarakat.

 

4. Dampak Konsumerisme

konsumerisme

Image Source: Freepik

 

4.1 Dampak Negatif Konsumerisme

Konsumerisme yang berlebihan dapat membawa dampak negatif yang signifikan bagi individu maupun masyarakat secara keseluruhan. Berikut merupakan dampak negatif konsumerisme:

  1. Memicu Gaya Hidup Boros

Konsumerisme yang tidak terkendali dapat mendorong individu untuk menjalani gaya hidup yang boros. Mereka cenderung menghabiskan uang secara impulsif untuk membeli barang-barang yang sebenarnya tidak mereka butuhkan, hanya untuk memuaskan keinginan sesaat atau untuk mengejar tren terbaru. Akibatnya, individu dapat terjebak dalam siklus utang yang berkepanjangan, terutama ketika mereka menggunakan kartu kredit atau pinjaman untuk membiayai gaya hidup konsumtif mereka.

  1. Kesenjangan Sosial

Perilaku konsumerisme juga dapat memperkuat kesenjangan sosial antara individu yang mampu dan yang kurang mampu secara finansial. Orang-orang dengan daya beli yang lebih tinggi cenderung memiliki akses yang lebih besar terhadap barang-barang mewah dan gaya hidup yang mahal, sementara individu dengan pendapatan yang lebih rendah mungkin merasa tertinggal atau tidak mampu mengikuti tren konsumsi tersebut. Hal ini dapat menciptakan perasaan inferioritas dan ketidaksetaraan dalam masyarakat.

  1. Mengurangi Kesempatan untuk Menabung

Pengeluaran yang berlebihan untuk kebutuhan konsumtif dapat mengurangi kemampuan individu untuk menabung dan berinvestasi untuk masa depan mereka. Dengan menghabiskan sebagian besar pendapatannya untuk membeli barang-barang konsumtif, individu mungkin tidak memiliki dana yang cukup untuk menabung untuk pendidikan, dana pensiun, atau keperluan mendesak lainnya. Akibatnya, mereka mungkin menjadi rentan terhadap situasi keuangan yang sulit di masa depan.

  1. Kurang Memikirkan Masa Depan

Perilaku konsumerisme yang tidak terkendali sering kali membuat individu kurang memikirkan masa depan mereka. Orang dengan gaya hidup ini cenderung fokus pada pemenuhan keinginan dan kebutuhan jangka pendek tanpa mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang dari keputusan konsumtif mereka. Kurangnya perencanaan keuangan dan ketidakpedulian terhadap tabungan masa depan dapat menyebabkan masalah keuangan di kemudian hari, seperti kesulitan memenuhi kebutuhan dasar atau kesulitan dalam mencapai tujuan keuangan jangka panjang.

 

4.2 Dampak Positif Konsumerisme

Meskipun konsumerisme sering dikritik karena dampak negatifnya, ada juga aspek positif yang perlu diperhatikan.

  1. Mendorong Pertumbuhan Ekonomi

Konsumerisme yang sehat dapat menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi. Permintaan yang tinggi akan barang dan jasa mendorong produksi lebih lanjut, yang pada gilirannya menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan. Melalui siklus konsumsi ini, uang beredar di dalam perekonomian, memperkuat aktivitas bisnis dan menyokong pertumbuhan ekonomi.

  1. Berkontribusi dalam Penyediaan Lapangan Kerja dan Kesempatan Wirausaha

Dengan meningkatnya permintaan atas barang dan jasa, perusahaan-perusahaan akan memperluas operasi mereka untuk memenuhi kebutuhan pasar. Ini menciptakan peluang baru untuk penciptaan lapangan kerja dan memberikan ruang bagi wirausaha untuk memasuki pasar dengan inovasi baru. Konsumerisme yang sehat dapat menghasilkan lingkungan bisnis yang dinamis dan memberikan kesempatan bagi individu untuk meraih kesuksesan dalam berbagai bidang.

  1. Tingkat Pengangguran Semakin Menurun

Permintaan yang tinggi atas barang dan jasa berkontribusi pada menurunnya tingkat pengangguran. Dengan adanya permintaan yang besar dari konsumen, perusahaan akan membutuhkan lebih banyak tenaga kerja untuk memproduksi, mendistribusikan, dan menjual barang-barang tersebut. Hal ini dapat membantu mengurangi tingkat pengangguran dalam masyarakat, memberikan kesempatan kerja bagi individu yang mencari pekerjaan.

  1. Pemicu bagi Pebisnis untuk Terus Berinovasi dalam Mengembangkan Produk atau Jasanya

Persaingan yang ketat dalam pasar konsumen mendorong para pengusaha untuk terus berinovasi dalam mengembangkan produk atau jasa mereka. Untuk memenangkan persaingan dan memenuhi kebutuhan konsumen yang terus berkembang, perusahaan harus terus beradaptasi dan menghasilkan produk yang lebih baik, lebih efisien, atau lebih inovatif. Dengan demikian, konsumerisme dapat menjadi pemicu untuk kemajuan dan inovasi dalam berbagai sektor ekonomi.

 

5. Cara Mengatasi Konsumerisme

Konsumerisme yang berlebihan dapat memiliki dampak negatif pada keuangan dan kesejahteraan individu. Untuk mengendalikan perilaku konsumerisme, berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil:

 

5.1 Mengatur Pemasukan dan Pengeluaran Bulanan dengan Baik

Langkah pertama dalam mengatasi konsumerisme adalah dengan mengatur pemasukan dan pengeluaran bulanan secara bijaksana. Melakukan perencanaan keuangan yang cermat akan membantu individu untuk memahami dimana dan kemana uang mereka sebenarnya digunakan, serta membatasi pengeluaran yang tidak diperlukan. Dengan memperhatikan anggaran bulanan, individu dapat mengidentifikasi area di mana mereka dapat menghemat dan mengalokasikan dana untuk kebutuhan yang lebih penting.

 

5.2 Memulai Kebiasaan Menabung

Langkah berikutnya untuk mengatasi konsumerisme adalah dengan menabung. Menabung adalah kunci untuk menciptakan kestabilan keuangan jangka panjang dan melindungi diri dari dampak negatif konsumerisme. Dengan memulai kebiasaan menabung secara teratur, individu dapat membangun cadangan keuangan yang dapat digunakan untuk menghadapi keadaan darurat atau untuk mencapai tujuan keuangan jangka panjang, seperti membeli rumah atau pendidikan anak-anak.

 

Baca Juga: Rumus Mengatur Gaji 4-3-2-1 Untuk Siklus Keuangan Yang Lebih Sehat

 

5.3 Membuat Skala Prioritas

Penting bagi individu untuk memahami perbedaan antara keinginan dan kebutuhan. Membuat skala prioritas dalam pengeluaran akan membantu dalam mengalokasikan dana secara lebih bijaksana. Fokuslah pada kebutuhan yang esensial terlebih dahulu, seperti kebutuhan pokok dan pembayaran tagihan, sebelum mengalokasikan dana untuk keinginan yang lebih tidak mendesak.

 

5.4 Mengurangi Keinginan untuk Sekedar Mengikuti Tren

Langkah berikutnya untuk mengatasi konsumerisme adalah mengurangi keinginan untuk mengikuti tren. Seringkali, konsumerisme dipicu oleh desakan untuk mengikuti tren atau citra sosial tertentu. Penting untuk mengurangi keinginan untuk selalu mengikuti tren dan mengenali bahwa nilai sejati tidak terletak pada barang-barang material atau popularitas di media sosial. Fokuslah pada nilai-nilai yang lebih penting, seperti hubungan sosial yang sehat, pengembangan diri, dan pencapaian tujuan pribadi.

 

5.5 Membuat Rencana Kebutuhan Jangka Panjang

Merencanakan kebutuhan jangka panjang akan membantu individu untuk tetap berpegang pada tujuan keuangan mereka dan menghindari sifat konsumerisme. Dengan membuat rencana keuangan jangka panjang, individu dapat menetapkan tujuan spesifik, seperti pembelian rumah atau persiapan pensiun, dan mengalokasikan dana secara konsisten untuk mencapainya. Ini akan membantu dalam mempertahankan fokus pada kebutuhan jangka panjang daripada pengeluaran impulsif yang hanya memberikan kepuasan sesaat.

 

Sobat BFI, berikut merupakan penjelasan singkat mengenai gaya hidup konsumerisme. Semoga dapat menjadi pembelajaran yang berharga agar Anda dapat lebih mengelola keuangan pribadi dengan lebih baik.

 

BFI Finance merupakan perusahaan pembiayaan yang melayani pinjaman multiguna dengan jaminan BPKB motor, BPKB mobil, dan sertifikat rumah atau ruko untuk keperluan Anda. Ajukan pembiayaan di BFI Finance, dengan proses yang cepat dan mudah. BFI Finance menyediakan pembiayaan konvensional maupun non-konvensional (syariah) dengan jaminan yang dapat menjadi solusi keuangan Anda.

Pembiayaan Syariah

Pembelian mobil bekas dan Multiguna syariah dengan fitur Tanpa Denda dan Tanpa Penalti Lihat Syarat

Sertifikat Rumah

Bunga rendah mulai dari 0.9% per bulan dan tenor pinjaman panjang hingga 7 tahun. Lihat Syarat

BPKB Motor

Dapatkan pinjaman dengan proses cepat dan tenor maksimal hingga 24 bulan. Lihat Syarat

BPKB Mobil

Dapatkan dana pencairan hingga 85% dari nilai kendaraan dan tenor hingga 4 tahun. Lihat Syarat

Kategori : Gaya Hidup